Text

flash

Rabu, 26 Oktober 2011

Hayoo sekolah itu demi nilai atau ilmu?


Saya tanya: anda sekolah / dulu, ketika anda sekolah, mana yang lebih berarti bagi anda: nilai, atau ilmu yang didapatkan?

Inilah hal-hal yang menjadi pikiran murid-murid sekolah secara rutin setiap harinya:
- Tugas belum selesai

- Lelah di sekolah, jadi ingin cepat pulang

- Menanti jam istirahat tiba

- Berharap guru tidak masuk

- Mencatat agar tidak dimarahi

- Ingin sekolah diliburkan

- Dan banyak lagi.

Dari semua yang dilakukan di sekolah, ada 2 hal yang utama diharapkan diterima oleh murid: nilai dan ilmu.

Keuntungan Mendapat Nilai Bagus:

- Dipuji guru- Diberi hadiah / selamat oleh orang tua

- Dikagumi teman-teman

- Mendapat hak pamer

- Dikenal banyak orang di sekolah

- Banyak mengikuti lomba

- Memperoleh kesempatan beasiswa

- Dibanggakan sekolah

- Dicari oleh teman bila sedang kesulitan

- Daftar ini masih jauh dari lengkap.

Sedangkan, bila nilai buruk:

- Dianggap bodoh

- Disuruh ikut les / tambahan pelajaran

- Malu kepada teman

- Dimarahi guru

- Dituduh pemalas

- Dikejar-kejar remedial

- Dikurang waktu santainya

- Dipaksa belajar

Sedangkan untuk ilmu, kita tahu jelas fungsinya: untuk memperoleh suatu keterampilan, yang bisa dimanfaatkan untuk pekerjaan atau keahlian di masa depan. Tapi ilmu diukur dengan nilai, dan representasi nilau untuk ilmu tidak selalu tepat.


Masalah Dengan Nilai:

Mari teliti satu-satu kerugian sistem nilai, dan dampaknya.


Dipuji guru: Tidak membawa keuntungan. Mungkin jadi besar kepala.

Diberi hadiah / selamat oleh orang tua: Hadiah/selamat bersifat menghibur, tidak mendukung.

Dikagumi teman-teman: Kalau nilai jatuh, kagum ini hilang.

Mendapat hak pamer: Hanya selama nilai bisa dipertahankan.

Dikenal banyak orang di sekolah: Lagi, hanya bersifat sementara.

Banyak mengikuti lomba: Dapat mengurangi efektivitas sekolah.

Memperoleh kesempatan beasiswa: Sibuk dengan beasiswa itu.

Dibanggakan sekolah: Kalau melakukan kesalahan, sekolah malu.

Dicari oleh teman bila sedang kesulitan: Hanya sementara.

Nilai buruk:
- Dianggap bodoh: Hanya mengurangi semangat belajar, tidak menambah.

- Disuruh ikut les / tambahan pelajaran: Nggak tahu ya, itu buat orang lelah?

- Malu kepada teman: Teman-teman juga akan mengerti kok.

- Dimarahi guru: Menjauhkan murid dari guru.

- Dituduh pemalas: Merasa dirinya malas dan benar-benar menjadi malas.

- Dikejar-kejar remedial: Dituduh belum mengerti, padahal belum tentu.

- Dikurang waktu santainya: Makin menambah stress.

- Dipaksa belajar: Dan stressnya kian bertumpuk…

Jadi, apakah adil untuk menilai ilmu seseorang hanya dari nilai yang ia dapatkan di sekolah? Saya rasanya tidak perlu menyebut lagi nama orang-orang luar biasa yang memiliki ilmu, namun nilai akademisnya hancur

anda sudah tahu tentang Einstein yang tidak menyelsaikan SMU, atau tentang Wright bersaudara yang melaukan hal yang sama.


Tidak juga Simon Cowel, Van Gogh atau Shakespeare.

Albert Einstein pernah berkata: “Imagination is more important than knowledge.”

Bahkan, tiap tahunnya, sekolah tidak menuntut ilmu lebih, melainkan nilai lebih  tampak dari dinaikannya nilai minimum setiap tahunnya.


Agak gila, bahwa yang lebih penting adalah nilai bagus, tanpa melakukan perubahan pada kepemilikan ilmu. Untuk mengejar nilai minimal, yang dilakukan adalah mengintensifkan latihan, sistem hafalan, dan pelajaran tambahan.

Satu hal terakhir. Ingatkah anda cara guru akan mengajarkan cara cepat, atau berdalih bahwa “kamu nggak perlu mengerti, yang penting hafal”?


Tidakkah ini murni demi nilai dan tidak demi ilmu? Guru tampak tidak peduli apakah kita mengerti apa yang kita pelajari. Bahkan ada guru saya yang bilang, “yang penting kamu sekarang bisa, nanti setelah lulus kamu lupa nggak apa-apa”. Konyol.

Nilai Bukan Segalanya.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | JCPenney Coupons